Al Qur'an

Q.S. An Nur/24 : 31

"Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak darinya, dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya."

QS. Al Ahzab/33 : 59

"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang."

Wednesday, April 25, 2007

Menggunakan Burka Dilarang Naik Bus

25/04/2007 16:26 WIB

Rita Uli Hutapea - detikcom

Stockholm - Gara-gara mengenakan burka, seorang wanita dilarang naik ke bus penumpang di Kota Malmoe, Swedia. Alasannya, sopir bus tidak bisa mengenali wanita itu dengan burka yang dipakainya.

"Saya sebelumnya tidak pernah harus mengenalkan diri saya di bus umum. Memakai burka adalah pilihan pribadi saya dan itu tidak membuat saya lebih mengancam daripada orang lain," ujar wanita yang tidak disebutkan namanya itu kepada harian Swedia, Metro.

Burka merupakan jubah khas Arab yang menutupi seluruh tubuh dan wajah pemakainya dan hanya menyisakan celah di kedua matanya untuk bisa melihat.

Meski sopir bus berupaya melarangnya naik, namun wanita itu bersikeras naik ke bus. Ketika dirinya berhasil naik, wanita itu masih harus mengalami penghinaan dari sopir. Buntutnya, wanita tersebut melaporkan insiden ini ke kepolisian Swedia.

Menurut Daniel Stjernfeldt, juru bicara perusahaan bus Arriva tersebut, versi sang sopir atas kejadian itu tidak sama dengan versi wanita tersebut. Dikatakan juru bicara itu, sopir tersebut saat ini tengah dinonaktifkan menunggu investigasi selesai.

"Jika apa yang dikatakan wanita itu benar-benar terjadi, maka ini tindakan yang tidak bisa diterima. Semua orang bisa menggunakan bus," tegas Stjernfeldt. Sebabnya, tidak ada aturan yang menyatakan para penumpang harus memperkenalkan diri mereka di bus-bus umum.(ita/nrl)

Source : http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/25/time/162610/idnews/772580/idkanal/10

Friday, April 13, 2007

Sipir Penjara Kanada, Pilih Jilbab Ketimbang Pekerjaannya

Jumat, 13 Apr 07 13:44 WIB



Ini mungkin bukan berita anyar, karena terjadi di bulan Maret 2007 lalu. Tapi berita ini penting untuk menambah semangat mengenakan busana Muslimah.

Adalah Sandes Abdul Lathif (19), seorang sipir penjara wanita di sebuah penjara Kanada, ia meninggalkan pekerjaannya untuk sebuah niat suci yang diyakini kebenarannya. Ia memilih untuk memakai jilbab meski harus meninggalkan jabatannya di penjara.

Peristiwa ini dibenarkan oleh wakil menteri keamanan di Quebeck, Kanada yang menyayangkan apa yang dilakukan sipir penjara perempuan itu.

Menurut para petugas penjara di lokasi yang berdekatan dengan kota Montreal itu, penjara tempat Muslimah itu bertugas memang menerapkan disiplin dan hukum yang ketat terkait penggunaan jilbab bagi petugas penjara. Petugas penjara, menurut mereka, dilarang berjilbab karena jilbab bisa digunakan untuk mencekik atau sebagai senjata bila ada di antara para tahanan.

Muslimah tersebut sebelumnya telah dipanggil untuk menghadap pimpinan pengelola p enjara dan diminta untuk memilih apakah ia akan tetap memakai jilbab atau meneruskan tugasnya di penjara. “Kepala penjara mengatakan pada saya, 'kamu boleh memilih, melepas jilbab atau tidak bekerja di sini.' " iapun menjawab mantap, “Saya memilih untuk tidak bekerja di sini. ”

Beberapa waktu belakangan, jilbab menjadi perdebatan yang cukup ramai di Kanada. Terlebih ketika seorang atlit olahraga sepak bola yang usianya baru 11 tahun dikeluarkan dari lapangan kompetisi, lantaran memakai jilbab.

Hingga saat ini, berdasarkan sensus, Kanada mencatat kelipatan besar jumlah umat Islam. Saat ini jumlah mereka sudah mendekati 600 ribu jiwa dari total penduduk yang berjumlah 30 juta jiwa. Islam telah menjadi agama yang paling pesat pertumbuhannya di Kanada. (na-str/egyptwnd)

Source : http://www.eramuslim.com/berita/int/461e4884.htm

Majalah Muslim Girl di AS, Saingi Tiras Seventen

Rabu, 28 Mar 07 13:55 WIB



Memasuki bulan ketiga, majalah Muslim Girl, yang terbit di Amerika, makin mendapat sambutan pasar yang luas di kalangan remaja puteri AS. Tiras majalah Islam yang baru muncul itu kini sudah mendekati tiras majalah remaja AS Seventen, yang semula merajai minat remaja puteri di Amerika.

Majalah yang memiliki halaman full collor itu memang ditujukan untuk segmen remaja Muslimah usia 12 hingga 19 tahun. Di dalamnya, pembaca disajikan beragam informasi terkait perempuan dan ajaran Islam. Juga berbagai ulasan tentang trend masyarakat AS dan pengaruhnya bagi remaja Muslimah.

Muslim Girl juga membahas ragam isu remaja Muslimah khas Amerika. Misalnya, di salah satu edisinya, dibahas diskusi tentang pertanyaan: “Apa saja program yang ada di masjid kamu?”, “Apakah program masjid kamu disukai remaja seperti kamu?” Bahkan ada juga pembahasan tentang percampuran tempat shalat untuk laki-laki dan perempuan di sejumlah masjid di AS. Selain itu, Girl Muslim juga mengupas soal pakaian olah raga, masalah musik, drama, yang punya kaitan dengan Muslimah. Termasuk profil tokoh Muslimah yang sukses di berbagai bidang, juga disajikan dalam setiap edisinya.

Muslim Girl dianggap sebagai majalah alternatif yang sukses untuk umat Islam di AS, di tengah ragam kebudayaan dan keterbukaan yang menjadi bagian dari gaya hidup di AS. Mamoun Sayed, Kepala Eksekutif Yayasan An Nawawi, lembaga pengajaran Islam, mengatakan bahwa apa yang disajikan majalah Girl sangat dibutuhkan bagi remaja Muslimah AS.

Ia mengatakan, “Kalau ada yang mempunyai kesempatan dan mampu untuk disepakati meski ada juga silang pendapat, itu adalah Amerika. Mungkin saya tidak sependapat dengan pandangan anda, tapi saya akan tetap membela hak saya dalam menyampaikan pendapat saya itu. ” Maksud Masoud adalah sikon media massa di AS yang beragam turut mendukung keberhasilan majalah Girl di AS.

Majalah dwi mingguan itu terbit pertama kali di bulan Januari 2007. “Remaja muslimah adalah pasar yang penting bagi majalah ini, segmen yang selama ini diabaikan. "Dan kami ingin menyapa mereka, ” ujar Asma Khan pengagas majalah itu. Ia menyampaikan bahwa apa yang dilakukannya, juga untuk memperbaiki imej negatif tentang Muslimah di tengah komunitas Amerika yang menerima banyak informasi dari berbagai media massa AS. “Ada sebagian lembaga pers yang menilai perempuan Muslimah terkait dengan terorisme. Ada juga yang terus menerus membicarakan benturan gender antara laki-laki dan perempuan. Majalah kami berusaha menampilkan ke balikannya, dengan contoh-contoh positif tentang muslimah dan nilai Islam yang benar. ”

Tentu saja ada catatan terkait dengan majalah Muslim Girl. Majalah tersebut tidak menampilkan hanya Muslimah berjilbab saja dalam ilustrasi dan fotonya. Hal ini juga mungkin membuka peluang adanya sejumlah pihak yang masih keberatan dengan gaya Muslim Girl.

“Kami berupaya membuat sebuah simbol sendiri, berusaha sebaik mungkin, sebatas yang kita bisa lakukan untuk saat ini, ” ujar Asma. Jika ingin tahu lebih jauh tentang Muslim Girl, anda bisa kunjungi situs http://www. Muslimgirlmagazine. Com (na-str/iol)

Source : http://www.eramuslim.com/news/int/4609eece.htm

Siswi Kristen di Mesir Tak Keberatan Kenakan Jilbab

Senin, 26 Mar 07 17:46 WIB



Sejumlah siswi beragama Kristen di sebuah sekolah menengah di Mesir membantah tuduhan yang mengatakan bahwa mereka dipaksa memakai jilbab oleh kepala sekolah mereka. Para siswi itu menyatakan, mereka mengenakan jilbab atas kemauan sendiri, bukan karena paksaan.

Tuduhan itu dilontarkan sebuah majalah milik pemerintah dalam artikelnya yang menyatakan bahwa Magdy Fikri, kepala sekolah teknik Al-Ayyat di provinsi Giza, telah memaksa seluruh siswa yang berjumlah 2. 700 orang, 55 di antaranya siswi beragama Kristen, untuk mengenakan jilbab.

Menurut laporan majalah itu, tindakan Fikri membuat menteri pendidikan marah, sehingga Fikri bersama dua guru lainnya di sekolah itu dimutasikan.

"Kami menerima keluhan dari sejumlah orang tua dan siswi, yang mengatakan bahwa kepala sekolah memaksa siswi Muslim dan Kristen mengenakan jilbab, " kata pejabat kementerian pendidikan Mesir, Hussein al-Syaikh.

Namun Fikri tidak percaya keluhan yang diterima kementerian pendidikan berasal dari para siswi-siswinya. "Saya tidak mempercayai bahwa seorang siswi atau salah satu dari kolega saya yang Kristen berada di balik pengaduan itu, " katanya.

"Saya sudah kenal mereka selama bertahun-tahun, mereka tidak akan bersikap seperti itu. Kami, Muslim dan umat Kristiani adalah satu dan tidak saling menjelekkan satu dengan yang lain, " sambung Fikri.

Perkataan Fikri terbukti, karena sejumlah siswi yang beragama Kristen menyatakan bahwa mereka bersedia mengenakan jilbab atas kemauan sendiri, bukan karena paksaan. Para orang tua siswi juga menyatakan mendukung anaknya mengenakan jilbab di sekolah.

"Kami sudah memutuskan untuk mendukung kepala sekolah, menunjukkan pada semua bahwa dia tidak memaksa kami mengenakan jilbab. Semua siswi Kristen di sekolah ini mengenakan jilbab atas kemauan sendiri, " kata Marriam Nabil, salah seorang siswi.

Keputusan mereka mengenakan jilbab, juga bukan semata-mata untuk menunjukkan solidaritas tapi mencontoh apa yang dilakukan perawan suci, Maria.

"Kami mengenakan penutup rambut di dalam dan di luar sekolah seperti ibu-ibu kami. Saya sendiri sudah menutup rambut saya sejak di sekolah dasar. Kami tidak merasa tersinggung jika kami disama-samakan dengan rekan kami yang Muslim, " kata seorang siswi beragama Kristen.

Dukungan terhadap Fikri juga ditunjukkan oleh guru-guru sekolah Kristen, yang mengecam sanksi disipliner terhadap Fikri.

"Fikri adalah salah satu orang yang berkualitas. Ketidakadilan sudah dilakukan terhadapnya dan kami membela dia, " kata Magdy Rasmi, salah seorang deputi sekolah beragama Kristen.

Lotfi Adly, seorang bapak dari siswi yang beragama Kristen mengatakan, dia yakin tidak ada yang salah dengan jilbab. "Anda pikir saya akan senang melihat rambut anak-anak saya tidak tertutup?" tukasnya.

Ibu dari Fayza Awad, siswi beragama Kristen lainnya menambahkan bahwa ia dan anak perempuannya biasa mengenakan penutup rambut, mengikuti bunda Maria.

"Saya mengenakan kudung karena bunda Maria juga menutup rambutnya. Ini masalah penghormatan dan sama sekali bukan paksaan, " ujarnya.

Melihat dukungan dari kalangan Kristen, Menteri Pendidikan Mesir Yousri el-Gamal akhirnya tidak lagi mempersoalkan masalah jilbab di sekolah Al-Ayyat. (ln/iol)

Source : http://www.eramuslim.com/news/int/4607a472.htm

Muslimah AS Gugat Seorang Hakim

Jumat, 30 Mar 07 15:09 WIB



Gugatan itu dilakukan Ginnah Muhammad karena hakim yang menangani kasusnya, menolak untuk memperoses hukum Ginnah, gara-gara ia untuk melepas cadarnya.

"Saya ingin memastikan bahwa setiap orang di mana saja bisa mempraktekkan ajaran agamanya dengan bebas di sebuah masyarakat yang demokratis, " kata Ginnah Muhammad pada surat kabar Washington Post, edisi Kamis (29/3).

Ginnah, perempuan berusia 42 tahun yang menjalankan bisnis aroma terapi di kawasan Detroit ini, sedang memperjuangkan nasibnya, setelah ia dikenai tuntutan sebesar 2. 750 dollar dari sebuah perusahaan penyewaan mobil. Tuntutan sebesar itu sebagai pengganti perbaikan kerusakan mobil yang disewa Ginnah, yang menurutnya rusak karena dibuka paksa oleh pencuri.

Hakim distrik Detroit, Paul Paruk yang menangani kasus itu meminta Ginnah membuka cadarnya agar hakim bisa melihat apakah ia berkata benar. Namun Ginnah menolak permintaan itu, sehingga Paruk menghentikan kasus Ginnah.

Kuasa hukum Ginnah, Nabih Ayad mengatakan, permohonan kliennya untuk mendapatkan hakim pengganti tidak dikabulkan. Permintaan Ginnah agar hakim Paruk mengundurkan diri dari kasus itu juga ditolak.

Dalam tuntutannya, Ginnah juga mengklaim bahwa aksesnya ke pengadilan dipersulit hanya karena dia seorang Muslim.

Menurut Ginnah, keputusan hakim untuk menghentikan kasusnya melanggar undang-undang berdasarkan Amandemen pertama bahwa setiap berhak menjalankan ajaran agamanya. "Anda harus bisa menjadi diri Anda sendiri sepanjang itu tidak kriminal atau melukai orang lain, " ujar Ginnah.

"Keyakinan saya tentang Islam bahwa perempuan sangat mulia. Kami harus tertutup saat keluar rumah, karena hal itu melindungi kami dan juga orang lain. Saya percaya bahwa Tuhan menginginkan kami seperti itu, " sambungnya.

Ginnah mengatakan bahwa ia bersedia membuka cadarnya, jika hakimnya perempuan.

Source : http://www.eramuslim.com/news/int/460cc5a4.htm